Senin, 30 Desember 2013

STUDI FENOMENOLOGI PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA BARU (FRESHMEN) FAKULTAS PSIKOLOGI UIN SUSKA RIAU ANGKATAN 2012


STUDI FENOMENOLOGI PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA BARU (FRESHMEN) FAKULTAS PSIKOLOGI UIN SUSKA RIAU ANGKATAN 2012
Rion Nofrianda
Nim. 11061103412
V/C
Fakultas Psikologi UIN SUSKA RIAU
2013


Abstrak
Penyesuaian diri merupakan suatu proses yang bersifat dinamis. Dinamika penyesuaian diri melibatkan sejumlah faktor-faktor psikologis dasar yang mengantarkan individu kepada perilaku yang ajastif/penyesuaian diri yang baik (adjustive behavior). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penyesuaian diri mahasiswa baru fakultas Psikologi angkatan 2012. Subjek dalam penelitian ini adalah empat orang mahasiswa baru yang terdiri dari tiga orang mahasiswi dan satu orang mahasiswa. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam. Berdasarkan penelitian ini, mereka mampu menyesuaikan diri dengan baik dengan lingkungan barunya. Kemampuan mereka dalam menyesuaikan diri dengan baik dengan lingkungan barunya berdampak kepada hubungan baik mereka dengan lingkungannya. Ada beberapa hal yang menjadi faktor kemampuan mereka untuk beradaptasi dengan lingkungan kampus yaitu kepribadian dan adanya senior yang juga saudara dan kakak tingkat semasa di SMA atau SMP.
Kata Kunci : Mahasiswa Baru, Penyesuaian Diri


PENDAHULUAN
Manusia merupakan makhluk dinamis yang terus mengalami perkembangan dampir dalam setiap kali manusia memasuki lingkungan baru, manusia membutuhkan fase beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Salah satunya adalah perubahan menjadi mahasiswa baru. Istilah mahasiswa baru (freshman) menurut kamus Oxford (Hornby,1995. h. 473) adalah pada masa tahun pertama di Universitas. Mahasiswa tahun pertama umumnya berusia antara 17 sampai 20 tahun. Rentang usia tersebut menurut Sarwono (2001, h. 14) masih termasuk kategori remaja. Remaja dalam bahasa aslinya disebut “adolescence”  yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Istilah asing yang dipergunakan sebagai sebutan untuk pemuda dan pemudi dalam masa ini adalah youngmen dan young women, oleh karena mereka telah dianggap sebagai men dan woman. Akan tetapi  belum dianggap sebagai orang dewasa sepenuhnya. Mereka pada umumnya tidak disebut “teen-ager” lagi seperti anak dalam masa remaja awal. Remaja digambarkan oleh Hurlock (1997, h. 215) sebagai masa remaja yang penuh masalah dan membutuhkan banyak penyesuaian diri yang disebabkan karena terjadinya perubahan harapan sosial, peran dan perilaku. Lama tidaknya atau berhasil tidaknya fase beradaptasi tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain adalah pengalaman, kemampuan menyesuaikan diri, hingga culture lingkungan baru yang mendukung bagi individu yang bersangkutan untuk mampu beradaptasi.
Perubahan eksternal dan internal yang dialami remaja yang menjadi mahasiswa memerlukan penyesuaian diri yang tepat. Mahasiswa tahun pertama yang tidak berhasil beradaptasi dengan lingkungan baru tersebut mengalami berbagai masalah, termasuk dalam masalah membina hubungan dengan orang lain yang ada disekitarnya, baik itu dengan teman sesame mahasiswa, dosen serta pegawai akademik. Berdasarkan penelitian Voitkane (2001, dalam www.ispaweb.org) terhadap 607 mahasiswa tahun pertama Universitas Latvia didapat hasl bahwa 52,6 % mahasiswa mengalami kesulitan dalam membentuk hubungan baru. Universitas sebagai institusi pendidikan bukan hanya membentuk indvidu pada domain intelektual, melainkan juga mencetak moral dan perlaku manusia agar dapat sesuai dan menyesuaikan diri dengan nilai-nilai dan norma sosial, kultural dan agama. Tidak terkecuali dalam hal menyesuaikan diri dengan lingkungan, aturan dan norma yang ada dilingkungan kampus. Adanya perbedaan cara belajar, perbedaan pola hubungan antara mahasiswa dengan pengajar, bahasa yang digunakan,  perbedaan ekstrakulikuler, membutuhkan kemampuan dan keterampilan yang mumpuni untuk dapat beradaptasi dengan baik.
Ketika seorang siswa SMU menjad seorang mahasiswa disuatu Universitas, merupakan suatu fase peralihan yang memiliki banyak kemungkinan yang dapat terjadi. Salah satunya adalah kemungkinan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan Universitas yang memiliki banyak perbedaan kultural dan dinamika dengan lingkungan sekolah. Hal ini karena terdapat beberapa kendala yang dialami oleh para siswa ketika mereka pertama kali masuk kelingkunga baru yang sangat berbeda dari lngkungan yang mereka hadapi sebelumnya. Norin (2004) menyatakan bahwa sistem yang diterapkan dalam sekolah di Indonesia baik sekolah dasar, sekolah menegah pertama ataupun sekolah menengah atas masih sangat kaku dan tidak memberikan kebebasan kepada siswa untuk menentukan sendiri hal-hal yang berkaitan dengan studinya sesuai dengan minat dan bakatnya masing-masing. Segalanya datur melalui peraturan sekolah baik peraturan yang dikeluarkan oleh dinas pendidikan meupun oleh sekolah yang bersangkutan. Akibatnya adalah siswa menjadi kurang mandiri dan kesulitan untuk mengambil tanggung jawab pribadi karena tidak terbiasa untuk menentukan dan mengambil keputusan yang berkaitan dengan studinya maupun dalam hal penyesuaian diri ketika memasuki system yang baru seperti perguruan tinggi, Berbeda dengan system perguruan tinggi yang lebih fleksibel walaupun system dan peraturan tetapi jelas dan detal, tetapi mahasiswa lebih diberi kebebasan untuk menentukan hal-hal yang berkaitan dengan studinya. Perbedaan yang mencolok antara kultural sekolah dengan perguruan tinggi menuntut individu yang bersangkutan untuk dapat menyelesaikan diri secara adekuat.
LANDASAN TEORI
Defenisi Penyesuaian Diri
            Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Penyesuaian disebut dengan istilah adjusment. Adjustment merupakan suatu hubungan yang harmonis dengan lingkungan fisik dan sosial (Chaplin, 2000: 11). Manusia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan dan lingkungan alam sekitarnya. Menurut Schneiders (dalam Patosuwido, 1993) penyesuaian diri merupakan kemampuan untuk mengatasi tekanan kebutuhan, frustrasi dan kemampuan untuk mengembangkan mekanisme psikologi yang tepat. Sawrey dan Telford (dalam Colhoun & Acocella, 1990) mendefinisikan penyesuaian diri sebagai interaksi terus-menerus antara individu dengan lingkungannya yang melibatkan sistem behavioral, kognisi, dan emosional. Dalam interaksi tersebut baik individu maupun lingkungan menjadi agen perubahan. Penyesuaian dapat didefenisikan sebagai interaksi yang kontiniu dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan dunia. Ketiga faktor ini secara konsisten mempengaruhi seseorang. Hubungan ini bersifat timbal balik (Calhoun & Acocella, 1990). Lebih jelas Schneiders (1964: 51) mendefinisikan penyesuaian diri yaitu “A process, involving both mental and behavioral responses, by which an individual strives to cope successfully with inner, needs, tensions, frustration, and conflicts, and to effect a degree of harmony between these inner demands and those imposed on him by objective world in which the lives”( Penyesuaian diri merupakan proses yang meliputi respon mental dan perilaku yang merupakan usaha individu untuk mengatasi dan menguasai kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, frustasi, dan konflik-konflik agar terdapat keselarasan antara tuntutan dari dalam dirinya dengan tuntutan atau harapan dari lingkungan di tempat ia tinggal).
Menurut Callhoun dan Acocella (dalam Sobur, 2003), penyesuaian dapat didefenisikan sebagai interaksi individu yang kontinu dengan diri individu sendiri, dengan orang lain, dan dengan dunia individu. Menurut pandangan para ahli diatas, ketiga faktor tersebut secara konstan mempengaruhi individu dan hubungan tersebut bersifat timbal balik mengingat individu secara konstan juga mempengaruhi kedua faktor lain. Partosuwido (1992) mengemukakan bahwa penyesuaian diri akan selalu dilalukan dalam kehidupan sehar-hari sesuai tuntutan dan persyaratan yang harus dipenuhi individu antara lain berupa konflik batn, kecemasan, kondisi frustasi, dan berbagai tantangan lainnya. Menurut Schneiders (1964), pengertian penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu:
1.      Penyesuaian Diri Sebagai Adaptasi (Adaptation)
Dilihat dari latar belakang perkembangannya, pada mulanya penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi (adaptation). Padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti, fisiologis, atau biologis. Dengan demikian, dilihat dari sudut pandang ini, penyesuaian diri cenderung diartikan sebagai usaha mempertahankan diri secara fisik (self-maintenance atau servival).
2.      Penyesuaian diri sebagai Bentuk Konformitas (Conform)
Dalam sudut pandang ini, individu selalu diarahkan kepada tuntutan konformitas dan terancam akan tertolak dirinya manakala perilakunya tidak sesuai dengan norma yang berlaku
3.      Penyesuaian Diri sebagai Usaha Penguasaan (Mastery)
individu mampu membuat rencana dan mengorganisasikan respon diri sehingga dapat menguasai, menanggapi masalah secara efisien dan variasi individu (perbedaan individual pada perilaku dan respon terhadap masalah). penyesuaian diri sebagai usaha individu untuk mengatasi tekanan dan menguranginya tuntutan kebutuhan serta usaha memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan dan tuntutan lingkungan, selanjutnya berusaha untuk menyelaraskan hubungan individu dengan realitas.
Berdasarkan tiga sudut pandang tentang penyesuaian diri yang disebut diatas, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri dapat diartikan sebagai suatu proses yang mencakup suatu respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dari dunia luar atau lingkungan tempat individu berada (Ali & Asrori, 2004).
Scheneiders (1964: 51) mengemukakan beberapa kriteria penyesuaian yang tergolong baik (well adjusment) ditandai dengan: 
  1. pengetahuan dan tilikan terhadap diri sendiri,
  2. obyektivitas diri dan penerimaan diri, 
  3. pengendalian diri dan perkembangan diri, 
  4. keutuhan pribadi, 
  5. tujuan dan arah yang jelas, 
  6. perspektif, skala nilai dan filsafat hidup memadai, 
  7. rasa humor, 
  8. rasa tanggung jawab, 
  9. kematangan respon, 
  10. perkembangan kebiasaan yang baik, 
  11. adaptabilitas, 
  12. bebas dari respon-respon yang simptomatis (gejala gangguan mental), 
  13. kecakapan bekerja sama dan menaruh minat kepada orang lain, 
  14. memiliki minat yang besar dalam bekerja dan bermain, 
  15. kepuasan dalam bekerja dan bermain, dan 
  16. orientasi yang menandai terhadap realitas.

Schneiders (1964: 51) mengungkapkan bahwa individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik (well adjustment person) adalah mereka dengan segala keterbatasannya, kemampuannya serta kepribadiannya telah belajar untuk bereaksi terhadap diri sendiri dan lingkungannya dengan cara efisien, matang, bermanfaat, dan memuaskan. Efisien artinya bahwa apa yang dilakukan individu tersebut dapat memberikan hasil yang sesuai dengan yang diinginkan tanpa banyak mengeluarkan energi, tidak membuang waktu banyak, dan sedikit melakukan kesalahan. Matang artinya bahwa individu tersebut dapat memulai dengan melihat dan menilai situasi dengan kritis sebelum bereaksi. Bermanfaat artinya bahwa apa yang dilakukan individu tersebut bertujuan untuk kemanusiaan, berguna dalam lingkungan sosial, dan yang berhubungan dengan Tuhan. Selanjutnya, memuaskan artinya bahwa apa yang dilakukan individu tersebut dapat menimbulkan perasaan puas pada dirinya dan membawa dampak yang baik pada dirinya dalam bereaksi selanjutnya. Mereka juga dapat menyelesaikan konflik-konflik mental, frustasi dan kesulitan-kesulitan dalam diri maupun kesulitan yang berhubungan dengan lingkungan sosialnya serta tidak menunjukkan perilaku yang memperlihatkan gejala menyimpang.

Selain itu, Schneiders (1964: 52) mengemukakan penyesuaian diri bersifat relatif, hal tersebut dikarenakan beberapa hal berikut: 
·       Penyesuaian diri merupakan kemampuan individu untuk mengubah atau memenuhi banyaknya tuntutan yang ada pada dirinya. Kemampuan ini dapat berbeda-beda pada masing-masing individu sesuai dengan kepribadian dan tahap perkembangannya.
·       Kualitas penyesuaian diri yang dapat berubah-ubah sesuai dengan situasi masyarakat dan kebudayaan tempat penyesuaian diri dilakukan. 
·       Adanya perbedaan dari masing-masing individu karena pada dasarnya setiap individu memiliki saat-saat yang baik dan buruk dalam melakukan penyesuaian diri, tidak terkecuali bagi individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik (well adjustment) karena terkadang ia pun dapat mengalami situasi yang tidak dapat dihadapi atau diselesaikannya.
Proses Penyesuaian Diri
Proses penyesuaian diri menurut Schneiders (1984) setidaknya melibatkan tiga unsur, yaitu:
1.    Motivasi dan Penyesuaian Diri
     Faktor motivasi dapat dikatakan sebagai kunci untuk memahami proses penyesuaian diri. Motivasi sama halnya dengan kebutuhan, perasaan, dan emosi merupakan kekuatan internal yang menyebabkan ketegangan dan ketidakseimbangan dalam organisme. Kualitas respon, apakah sehat, efisien, merusak atau patologis ditentukan terutama oleh kualitas motivasi, selain juga hubungan individu dengan lingkungan.
2.    Sikap Terhadap realitas dan Proses Penyesuaian Diri
     Berbagai aspek penyesuaian diri ditentukan oleh sikap dan cara individu bereaksi terhadap manusia disekitarnya, benda-benda, dan hubungan-hubungan yang membentuk realitas. Secara umum, dapat dikatakan bahwa sikap yang sehat terhadap realitas dan kontak yang baik terhadap realitas itu sangat diperlukan bagi proses penyesuaian diri yang sehat. Beberapa perilaku seperti sikap antisosial, kurang berminat terhadap hiburan, sikap bermusuhan, kenakalan, dan semaunya sendiri, semuanya itu sangat mengganggu hubungan antara pernyesuaian diri dengan realitas.

3.    Pola Dasar Proses Penyesuaian Diri
     Dalam penyesuaian diri sehari-hari terdapat suatu pola dasar penyesuaian diri.
     Sesuai dengan konsep dan prinsip-prinsip penyesuaian diri yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungannya maka proses penyesuaian diri menurut Sunarto (1998) dapat ditujukan sebagai berikut:
1.    Mula-mula individu disatu sisi merupakan dorongan keinginan untuk memperoleh makna dan eksistensi dalam kehidupannya dan disisi lain mendapat peluang atau tuntutan dari luar dirinya sendiri
2.    Kemampuan menerima dab menilai kenyataan lingkungan di luar dirinya secara objektif sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan rasional dan perasaan.
3.    Kemampuan bertindak sesuai denga potensi kemampuan yang ada pada dirinya dan kenyataan objektif diluar dirinya.
4.    Kemampuan bertindak secara dinamis, luwes dan tidak kaku sehingga menimbulkan rasa aman tidak dihantui oleh kecemasan atau ketakutan
5.    dapat bertindak sesuai dengan potensi positif yang layak dikembangkan sehingga dapat menerima dan diterima lingkungan, tidak disingkirkan oleh lingkungan maupun menentang dinamika lingkungan
6.    Rasa hormat pada sesame manusia dan mampu bertindak toleran, selalu menunjukkan perilaku hormat sesuai dengan harkat dan martabat manusia, serta dapat mengerti dan menerima keadaan orang lain meskipun sebenarnya kurang serius dengan keadaan dirinya.
7.    Kesanggupan merespon frustasi, konflik, dan stress secara wajar, sehat dan professional, dapat mengontrol dan mengendalikannya sehingga dapat memperoleh manfaat tanpa harus menerima kesedihan yang mendalam.
8.    Kesanggupan bertindak secara terbuka dan sanggup menerima kritik dan tindakannya dapat bersifat murni sehingga sanggup memperbaiki tindakan-tindakan yang sudah tidak sesuai lagi
9.    Dapat bertindak sesuai dengan norma yang dianut oleh lingkungannya serta selaras dengan hak dan kewajiban
10.              Secara positif ditandai oleh kepercayaan terhadap diri sendiri, orang lain dan segala sesuatu diluar dirinya sehingga tidak pernah merasa tersisih dan kesepian.

Dimensi penyesuaian diri
Menurut Schneider (1964), dimensi penyesuaian diri personal terdiri dari penyesuaian diri fisik dan emosi (melibatkan respon fisik dan emosional, kesehatan fisik, kebutuhan pokok untuk mencapai penyesuaian diri berupa istirahat cukup, latihan fisik dan reaksi, control berat badan, penyesuaian diri emosional berupa keadekuatan, kematangan, dan control emosi), penyesuaian diri seksual berupa reaksi terhadap impuls, nafsu, fikiran, konflik, frustasi, perasaan bersalah, dorongan dan perbedaan seksual yang matang sesuai tuntutan moralitas dan masyarakat), dan penyesuaian diri moral dan religi (berupa penerimaan, intropeksi, dan nilai kematangan personal dan moralitas, integrasi impuls sesuai keinginan dan kebutuhan, aplikasi prinsip dan nlai pemecahan masalah atau konflik mental, ekspresi tingkah laku yang sesungguhnya, integrasi nilai moral dengan nilai spiritual dan religious, tingkat disiplin diri yang tinggi). Penyesuaian diri sosial: penyesuaian diri dirumah dan keluarga yang baik yang menekan persyaratan yang pasti yaitu hubungan yang sehat antar keluarga, menerima otoritas orang tua yang mengarah disiplin, kapasitas untuk menagmbil tanggung jawab dan menerima pembatasan atau pelarangan berusaha membantu keluarga baik secara individual maupun kelompok. penyesuaian diri sosial meliputi dimensi penyesuaian diri sekolah (berhubungan dengan teman, guru, konselor, penerimaan keterbatasan dan tanggung jawab dan aktivitas untuk membantu sekolah merealisasikan tujuan intrinsic dan ekstrinsik), masyarakat (kapasitas menjalin secara sehat dan efektif terhadap kenyataan untuk mengenal dan menghormati orang lain dalam masyarakat, bersama orang lain mengembangkan persahabatan sejati, simpati pada kesejahteraan orang lain, berbuat kebajikan dengan amal maupun altruism, dan respek terhadap nilai dan integrasi, tradisi dan adat istiadat).

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri
Folkman (dalam Helmi, 1995) menyebutkan bahwa individu memilih penyesuaian diri karena dipengaruhi oleh pemilihan strategi koping berdasarkan penilaian primer dan sekunder. indvidu yang memiliki harga diri tinggi akan melakukan penilaian primer berdasarkan kepercayaan terhadap diri sendiri, dan individu yang tidak saling mengenal dengan orang lain, maka akan mempersiapkan kehadiran orang lain sebagai ancaman (penilaian sekunder). Sedangkan individu yang memiliki harga diri rendah akan memiliki kurangnya rasa percaya diri (penilaian primer), dan memandang orang lain lebih mampu (penilaian sekunder). Holahan (1982) mengemukakan manusa merupakan agen aktif dalam mengatasi tuntutan lingkungan sehingga jika suatu strategi koping yang dipilih tidak membuahkan hasil, maka individu akan merancang strategi baru. Fisher (dalam Helmi, 1995)  mengemukakan pemilihan strategi penyesuaian diri berdasarkan faktor situasional yaitu kemampuan individu berada dalam situasi yang saling mengenal atau belum dalam kondisi sosial dengan iklim interaksi sosial yang bersifat kompetitif dengan ciri individualitas yang dijunjung tinggi, sehingga orientasi seseorang terhadap produktivitas kerja semata-mata bersifat individual, kehadiran orang lain dianggap mengancam dirinya dan iklim kooperatif dengan ciri perasaan tenggang rasa, dan lebh mementngkan kepentingan orang lain dari kepentingan individu.
Variasi Penyesuaian Diri
Schneiders (1964: 429) mengungkapkan setiap individu memiliki pola penyesuaian yang khas terhadap setiap situasi dan kondisi serta lingkungan yang dihadapinya. Bagaimana individu menyesuaikan diri di lingkungan rumah dan keluarganya, di sekolahnya, bagaimana individu dapat menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, serta cara menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial menentukan adanya variasi penyesuaian diri (Varietas of Adjustment), artinya adanya klasifikasi penyesuaian diri yang berdasarkan pada masalah dan situasi yang dihadapi dan berkaitan dengan tuntutan lingkungan. Empat variasi penyesuaian diri yang lebih penting dan krusial dalam kehidupan seorang manusia yaitu: 
·       Penyesuaian dengan dirinya sendiri (Personal Adjustment)
·       Penyesuaian sosial (Social Adjustment) 
·       Penyesuaian diri dengan pernikahan (Marital Adjustment) 
·       Penyesuaian diri dengan pekerjaan (Vocational Adjustment).
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memahami penyesuain diri mahasiswa baru (freshmen) Fakultas Psikologi UIN SUSKA Riau. Sehingga menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, dimana partisipan adalah individu yang benar-benar mengalami permasalahan dan menginterpretasi situasi yang dialami (Smith, 2009: 42). Fenomenologi bertujuan untuk sebisa mungkin tetap selaras dengan gejala itu dan dengan konteks dimana gejala itu muncul. Apabila suatu gejala khusus hendak dikaji, maka akan digali situasi dimana para individu mengalami sendiri pengalaman mereka sehingga mereka bisa menggambarkannya seperti yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan mereka. Pengumpulan data utama sebagai “Key Instrumen” peneliti membuat sendiri dengan wawancara terbuka digunakan sebagai panduan umum dalam proses pencatatan (Satori & Komariah, 2009:62).

Subjek Penelitian
     Subjek penelitian adalah mahasiswa baru fakultas Psikologi angkatan 2012 yang berjumlah empat orang, tiga perempuan dan satu orang laki-laki. Dua orang informan dalam penelitian ini diwawancarai oleh orang ketiga. 

     Teknik Pengumpulan Data
     Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, wawancara dalam penelitian ini bertujuan untuk mengungkap dan memperoleh data dan informasi yang berhubungan dengan proses penyesuaian diri mahasiswa baru Fakultas Psikologi angkatan 2012.

Teknik Analisis Data
     Teknik analisis data untuk penelitian ini menggunakan analisis data fenomenologi Stevick-Colaizii-Keen. Peneliti awalnya mendeskripsikan fenomena secara lengkap. Kemudian melakukan invariant horizons/unit makna dari pernyaraan verbal yang relavan dengan topic penelitian, menghilangkan pernyataan yang tidak relavan dan mengusahakan tidak ada pernyataan yang bersifat repetatif. Mengelompokkan setiap unit makna kedalam tema-tema tertentu. Membuat deskripsi tekstural dan deskripsi structural. Menentukan tema dan esensi dari fenomena. Membuat penjelasan yang menyeluruh.

     Prosedur dan Pelaksanaan Penelitian
     Prosedur dalam penelitian ini yaitu dengan mengidentifikasi masalah apa yang diangakat untuk diteliti secara mendalam, kemudian mencari sumber-sumber literature untuk mendukung dalam penelitian ini, dan menetapkan tujuan penelitian. Setelah itu barulah peneliti mengumpulkan data, dan kemudian melakukan organisasi data mengelompokkan data yang dibutuhkan, setelah data telah tersusun, kemudian dilakukan analisis data untuk mendapatkan hasil penelitian, kesimpulan dan menginterpretasi data interpretasi dan pada akhirnya melaporkan hasil penelitian.
     Dalam penelitian ini mendapatkan beberapa kendala, diantaranya kesulitan untuk mendapatkan waktu yang pas untuk diwawancarai dikarenakan kesibukan informan maupun peneliti.



HASIL DAN PEMBAHASAN
            Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru (freshmen) Fakultas Psikologi angkatan 2012 yang berjumlah empat orang informan inti dengan inisial U, F, N, dan H. Keempat responden ini berasal dari kelas yang berbeda, berasal dari daerah dan asal sekolah yang berbeda tetapi masih di wilayah Provinsi Riau. Rentang usia mereka berkisar dari 17-19 tahun. Penyesuaian diri terhadap lingkungan baru yang dulunya SMA beralih ke lingkungan baru yaitu lingkungan kampus, tentu saja sangat berbeda baik itu dari sistem pengajarannya, masuk kuliahnya, hingga keorganisasian di Kampus.(U, F, N, H). Melanjutkan program studi di Fakultas PSikologi UIN Suska Riau memang berdasarkan keinginan sendiri tidak ada paksaan dari luar, karena juga mengingat orang tua, Jika kuliah jauh-jauh otomatis sangat jarang untuk pulang, berbeda halnya jika kuliah masih di daerah Riau, bisa sering pulang dan berkumpul dengan kelurga selain itu kakak senior SMA dan saudara juga ada kuliah di Fak.Psikologi UIN SUSKA otomatis memudahkan untuk bergaul karena juga dikenalkan dengan teman-temannya (U, F, N H ).  Tidak sulit untuk menyesuaikan diri dengan teman-teman dikampus, ini terbukti disaat awal masuk PNDK, mendapatkan teman tidak hanya dari fakultas Psikologi melainkan dari Fakultas lain (U,F) atau juga ada mendapatkan teman dari Fakultas Psikologi (H, N).
            Dari hasil wawancara dengan informan, penyesuaian diri dilingkungan kampus meliputi empat hal yakni penyesuaian diri dengan teman, penyesuian diri dengan mata kuliah, penyesuaian diri dengan dosen, penyesuaian dengan karyawan, dan penyesuaian diri dengan organisasi Kampus.  
            Mahasiswa dalam proses penyesuaian dirinya tergantung kepada dirinya sendiri, ini dikarenakan jika ia tipikal individu yang mudah bergaul dan mudah beradaptasi akan mudah untuk menyesuaiakan diri dengan lingkungan barunya (U, F, H, N) hal ini menuntut individu agar mampu dengan baik beradaptasi dengan lingkungan barunya. Latar belakang yang berbeda bukan menjadi hambatan yang berarti dalam penyesuaian diri dengan teman-teman, terutama dalam penggunaan bahasa, sering teman-teman menggunakan bahasa daerah, tetapi pada saat berbicara dengan teman yang tidak mengerti bahasa daerah, mereka menggunakan bahasa Indonesia (U, H), lain halnya jika dapat menguasai bahasa daerah dengan baik juga akan menggunakan bahasa daerah itu untuk berkomunikasi (F,N).
            Dalam hal mata kuliah yang dipelajari, ada beberapa kendala juga, karena sewaktu duduk dibangku sekolah tidak ada mempelajari Psikologi (U, F, H, N), tetapi ada beberapa mata kuliah yang dulu di SMA juga dipelajarai seperti sosiologi, kewarganegaraan, pancasila, biologi, bahasa inggris, bahasa arab, dan beberapa matakuliah lainnya (U, F, H, N). Sebenarnya ada beberapa matakuliah yang mengasikkan, tetapi tergantung dari dosen yang mengajarnya, yang kurang mampu membawa suasana kelas lebih aktif, kalau dosennya enak pasti mata kuliah yang diajarkan cepat dipahami (U, F, H, N), ada juga dosen yang jarang masuk, padahal dengan dosen itu mengasikkan, jadinya membuat kelompok belajar (U, H, N). Berbicara tentang hubungan dengan karyawan, karena jarang untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan karyawan, tidak terlalu tau tentang karaketristik karyawan, hanya saja pernah beberapa kali ada keperluan ke bagian akademik, mereka kurang senyum. Alangkah baiknya perbanyak senyum agar terkesen ramah (U, F, H, N). Beberapa responden memutuskan untuk mengikuti organisasi, tidak ada masalah dalam mengatur waktu sejauh ini (F,U,H) selagi menikmatinya dan benar-benar mengatur waktu kuliah dan organisasi tentu akan mengasikkan dan tidak ada kendala ((F,U,H). Setelah beberapa lama mengikuti perkuliahan di Fakultas Psikologi, mereka mampu untuk beradaptasi dengan baik, baik itu dengan dosen, dengan matakuliah, dengan organisasi, dan teman-teman yang pada akhirnya menemukan teman-teman dekat dalam pergaulan sehari-hari (F,U,H, N).





KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh beberapa poin penting yang dapat dijadikan kesimpulan mengenai penyesuaian diri mahasiswa baru (freshmen). Pertama, alasan individu mampu untuk menyesuaikan diri dengan baik dikarenakan faktor kepribadiannya yang berperan penting dalam proses penyesuaian diri mahasiswa baru, adanya keinginan yang kuat dan kemampuan untuk berubah (modifiability). Mahasiswa yang bersifat introvert (terbuka terhadap orang lain) dan proaktif (memiliki kemampuan untuk memotivasi diri sendiri) membutuhkan waktu yang singkat untuk menyesuaikan diri dibandingkan dengan mahasiswa yang bersifat introvert dan pasif. Kedua, kemudahan beradaptasi mereka juga didukung oleh adanya saudara dan teman seangkatan maupun kakak senior semasa SMP ataupun SMA dulu, sehingga dengan keberadaan kakak senior membantu dalam proses beradaptasi dengan lingkungan dan dinamika Universitas. Ketiga kemauan dan kemampuan untuk berubah ini akan berkembang melalui proses belajar. Bagi individu yang dengan sungguh-sungguh belajar dapat berubah, kemampuan penyesuaian dirinya juga akan berkembang.








DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. 2012. Psikologi Remaja Perkambangan Peserta Didik. akarta: Bumi Akasara
Hurlock, Elizabeth b.1980.  Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga: 1980
Milla, Noor, Milla. 2010. Psikologi Kualitatif. Riau: Suska Press
Semium, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental 1.  Yogyakarta: Kanisius
Soesilowindradini. Psikologi Perkembangan Masa Remaja. Surabaya: Usaha Nasional
Jurnal Psikologi. Fakultas Psikologi UIN SUSKA RIAU

3 komentar:

  1. bagus hasil penelitiannya.. izin jadi rujukannya :D

    BalasHapus
  2. ini skala penelitiannya menggunakan aspek-aspek dari schneiders kah. kalau ada, izin untuk saya adaptasi.

    BalasHapus