Senin, 30 Desember 2013

MANUSIA DAN MASALAH


Oleh : Hasbi Wahyudi Alhabsyi
Hidup tidak selalu indah, ada suka dan duka. Hidup juga tidak pernah satu warna, ada hitam dan ada putih, bahkan ada warna abu-abu diantara keduanya. Ada tanah mendatar yang menjadi asa setiap orang dan turunan curam yang menakutkan. Itulah harga dan arti dari suatu kehidupan. Selagi paru-paru seseorang masih bernafas, jantung masih berdetak, dan urat nadi masih dialiri darah maka selama itu pula selalu ada masalah yang akan menghampirinya. Disaat seperti itulah akan terlihat perbedaan pada diri setiap orang dalam menyikapi permasalahan yang akan datang.
Bagi seorang muslim, sebuah masalah menjadi nilai dari setiap amal dan gerak. Ia ibarat satu ujian yang harus dilewati sebagai indikasi meningkatnya iman dalam hatinya, atau sebuah teguran yang Allah berikan atas kesalahan yang ia lakukan sebagai sesuatu yang bisa menyucikan dosa-dosanya, atau dari sebuah masalah tadi, Allah ingin mengangkat derajat seorang muslim disisi-Nya.

Semua ujian, bagi seorang muslim, akan mendapatkan balasan pahala disisi Allah. Hanya sekarang bagaimana kita menyikapi setiap permasalahan yang menghampiri kita, karena bagi seorang muslim, masalah ataupun cobaan adalah proses menuju mukmin yang sabar, teguh, dan tegar. Ibarat tanah yang akan dijadikan batu bata, dalam proses pembuatannya perlu diinjak-injak, dibanting, dicetak, dijemur, kemudian dibakar hingga menjadi matang. Perlu ada proses pematangan pribadi dalam setiap tahapan dalam kehidupan.
Menurut Ramadhan Al-buthi dalam fiqih sirah-nya, salah satu hikmah mengapa baginda Rasul sudah ditinggal oleh bapaknya saat berusia enam bulan dalam rahim ibunya, kemudian disusul dengan kepergian ibunya saat berusia enam tahun, setelah itu beliau bekerja menggembalakan kambing, adalah supaya Allah-lah yang langsung mendidik dan membentuk Muhammad hingga menjadi seorang rasul yang mulia, pemimpin para rasul, dan itulah skenario Allah, supaya tidak ada campur tangan manusia dalam proses Muhammad menjadi seorang rasul.
Proses manusia semenjak dari proses pembentukan-nya di rahim pun sudah mengalami master plan dari Rabbnya. Dalam sebuah hadits yang mulia dari Abu Abdur Rahman bin Mas’ud ra, Rasulullah saw bersabda :
“sesungguhnya salah seorang dari kamu dikumpulkan kejadiaannya didalam rahim ibunya selama 40 hari berupa air mani, kemudian menjadi segumpal darah seperti yang demikian itu, kemudian menjadi segumpal daging seperti yang demikian itu juga, kemudian diutuslah kepadanya malaikat lalu ditiupkan roh kepadanya dan diperintahkannya menulis empat kalimat  ( ketentuan takdir), yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya, dan sengsara atau bahagia (kehidupannya) maka demi Allah, yang tidak ada tuhan selain-Nya, sesungguhnya salah seorang di antara kalian mengerjakan amalan ahli surga, sehingga tidak ada jarak antara dia dengan surga melainkan hanya sehasta, kemudian terdahului olehnya takdir lalu melakukan amalan ahli neraka maka masuklah ia kedalamnya. Sesungguhnya salah seorang diantara kamu mengerjakan amalan ahli neraka, sehingga tidak ada jarak antara dia dengan neraka melainkan hanya sehasta, kemudian terdahului olehnya takdir lalu melakukan amalan ahli surga maka masuklah ia kedalamnya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari saat itulah kita dihadapkan oleh sebuah masalah. Ditengah-tengah itu semua, kita mesti tetap mempertahankan iman. Kesulitan maupun masalah merupakan suatu rintangan yang diciptakan sejarah untuk menuju suatu kemuliaan. Junjungan kita, pernah dihadapkan dengan suatu masalah yang sangat mempengaruhi seluruh kepribadian dan jalan hidupnya, yakni ketika meninggalnya Khadijah dan pamannya Abu Thalib.
Hal yang sangat berat dari suatu masalah adalah musibah yang menimpa fisik dan mempengaruhi ruang gerak kita, misalnya kebutaan, ketulian dan kelumpuhan. Jika hal itu menimpa kita, tentu itu akan sangat mempengaruhi ruang gerak dan menciptakan suatu keterbatasan lainnya. Namun, masalah sesungguhnya bukan disitu. Akan tetapi, persoalannya ada pada goncangan jiwa yang ditimbulkan oleh musibah itu. Goncangan jiwa itulah yang kadang kala mengubah arah kehidupan seseorang.
Akan tetapi, perlu kita teguhkan dalam diri bahwa “ akan selalu ada celah dibalik kebuntuan, dan selalu ada secercah cahaya asa dibalik gelapnya kehidupan.” Hal inilah yang mampu membuat seseorang untuk tidak larut dalam keputus asaan. Syaikh Abdul Aziz bin Baz mampu menjadi ulama besar diabad ini meskipun mengalami kebutaan, dan ketulian juga gagal menghalangi langkah Musthafa Shadiq Ar Rafi’i menjadi salah satu sastrawan muslim terbesar diabad ini. Syaikh Ahmad Yassin, juga mampu mengukir sejarah menjadi seorang mujahid besar. Tentu hal ini menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kita, untuk selalu mempersembahkan suatu karya indah untuk agama dan orang sisekitar kita.
Penutup tulisan ini saya ingin  persembahkan beberapa kalimat yang penuh dengan ibrah untuk kita semua.
Karena ada konsep yang dinamakan barakah, kita tidak diperkenankan mengukur badan orang dengan baju kita sendiri. Pada pemandangan yang tak tertembus oleh penilaian subjektif kita itu, dari pada berkomentar yang sifatnya “iri tanda tak mampu”, akan jauh lebih baik kita memuji Allah atas kebesarannya.
Memang ada waktu untuk mengingat kekurangan, tapi kelak ada waktu untuk terpesona pada kelebihan. Ada waktu untuk menguji, kelak ada waktu untuk memuji. Ada waktu untuk memahami, dan kelak ada waktu untuk mengagumi.

Kita semua berharap pada Allah agar dikarunia hati seorang mu’min. Hati yang yang bukan hanya berujud telaga, tapi berupa tujuh samudra yang tawar rasanya.
Dulu aku pernah menganggap bahwa membenci sebuah perbuatan tanpa membenci orangnya adalah omong kosong dan mustahil. Tetapi sekarang aku merasa bahwa aku sudah bertahun-tahun melakukannya pada seseorang : diriku sendiri!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar