Oleh : Hasbi Wahyudi Alhabsyi
Hidup tidak
selalu indah, ada suka dan duka. Hidup juga tidak pernah satu warna, ada hitam
dan ada putih, bahkan ada warna abu-abu diantara keduanya. Ada tanah mendatar
yang menjadi asa setiap orang dan turunan curam yang menakutkan. Itulah harga
dan arti dari suatu kehidupan. Selagi paru-paru seseorang masih bernafas,
jantung masih berdetak, dan urat nadi masih dialiri darah maka selama itu pula
selalu ada masalah yang akan menghampirinya. Disaat seperti itulah akan
terlihat perbedaan pada diri setiap orang dalam menyikapi permasalahan yang
akan datang.
Bagi seorang
muslim, sebuah masalah menjadi nilai dari setiap amal dan gerak. Ia ibarat satu
ujian yang harus dilewati sebagai indikasi meningkatnya iman dalam hatinya,
atau sebuah teguran yang Allah berikan atas kesalahan yang ia lakukan sebagai
sesuatu yang bisa menyucikan dosa-dosanya, atau dari sebuah masalah tadi, Allah
ingin mengangkat derajat seorang muslim disisi-Nya.
Semua ujian,
bagi seorang muslim, akan mendapatkan balasan pahala disisi Allah. Hanya
sekarang bagaimana kita menyikapi setiap permasalahan yang menghampiri kita,
karena bagi seorang muslim, masalah ataupun cobaan adalah proses menuju mukmin
yang sabar, teguh, dan tegar. Ibarat tanah yang akan dijadikan batu bata, dalam
proses pembuatannya perlu diinjak-injak, dibanting, dicetak, dijemur, kemudian
dibakar hingga menjadi matang. Perlu ada proses pematangan pribadi dalam setiap
tahapan dalam kehidupan.
Menurut Ramadhan
Al-buthi dalam fiqih sirah-nya, salah satu hikmah mengapa baginda Rasul sudah
ditinggal oleh bapaknya saat berusia enam bulan dalam rahim ibunya, kemudian
disusul dengan kepergian ibunya saat berusia enam tahun, setelah itu beliau
bekerja menggembalakan kambing, adalah supaya Allah-lah yang langsung mendidik
dan membentuk Muhammad hingga menjadi seorang rasul yang mulia, pemimpin para
rasul, dan itulah skenario Allah, supaya tidak ada campur tangan manusia dalam
proses Muhammad menjadi seorang rasul.
Proses manusia
semenjak dari proses pembentukan-nya di rahim pun sudah mengalami master
plan dari Rabbnya. Dalam sebuah hadits yang mulia dari Abu Abdur Rahman bin
Mas’ud ra, Rasulullah saw bersabda :
“sesungguhnya
salah seorang dari kamu dikumpulkan kejadiaannya didalam rahim ibunya selama 40
hari berupa air mani, kemudian menjadi segumpal darah seperti yang demikian
itu, kemudian menjadi segumpal daging seperti yang demikian itu juga, kemudian
diutuslah kepadanya malaikat lalu ditiupkan roh kepadanya dan diperintahkannya
menulis empat kalimat ( ketentuan
takdir), yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya, dan sengsara atau bahagia
(kehidupannya) maka demi Allah, yang tidak ada tuhan selain-Nya, sesungguhnya
salah seorang di antara kalian mengerjakan amalan ahli surga, sehingga tidak
ada jarak antara dia dengan surga melainkan hanya sehasta, kemudian terdahului
olehnya takdir lalu melakukan amalan ahli neraka maka masuklah ia kedalamnya.
Sesungguhnya salah seorang diantara kamu mengerjakan amalan ahli neraka,
sehingga tidak ada jarak antara dia dengan neraka melainkan hanya sehasta,
kemudian terdahului olehnya takdir lalu melakukan amalan ahli surga maka
masuklah ia kedalamnya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari saat itulah
kita dihadapkan oleh sebuah masalah. Ditengah-tengah itu semua, kita mesti
tetap mempertahankan iman. Kesulitan maupun masalah merupakan suatu rintangan
yang diciptakan sejarah untuk menuju suatu kemuliaan. Junjungan kita, pernah
dihadapkan dengan suatu masalah yang sangat mempengaruhi seluruh kepribadian
dan jalan hidupnya, yakni ketika meninggalnya Khadijah dan pamannya Abu Thalib.
Hal yang sangat
berat dari suatu masalah adalah musibah yang menimpa fisik dan mempengaruhi
ruang gerak kita, misalnya kebutaan, ketulian dan kelumpuhan. Jika hal itu
menimpa kita, tentu itu akan sangat mempengaruhi ruang gerak dan menciptakan
suatu keterbatasan lainnya. Namun, masalah sesungguhnya bukan disitu. Akan
tetapi, persoalannya ada pada goncangan jiwa yang ditimbulkan oleh musibah itu.
Goncangan jiwa itulah yang kadang kala mengubah arah kehidupan seseorang.
Akan tetapi,
perlu kita teguhkan dalam diri bahwa “ akan selalu ada celah dibalik
kebuntuan, dan selalu ada secercah cahaya asa dibalik gelapnya kehidupan.”
Hal inilah yang mampu membuat seseorang untuk tidak larut dalam keputus asaan. Syaikh
Abdul Aziz bin Baz mampu menjadi ulama besar diabad ini meskipun mengalami
kebutaan, dan ketulian juga gagal menghalangi langkah Musthafa Shadiq Ar Rafi’i
menjadi salah satu sastrawan muslim terbesar diabad ini. Syaikh Ahmad Yassin,
juga mampu mengukir sejarah menjadi seorang mujahid besar. Tentu hal ini
menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kita, untuk selalu mempersembahkan
suatu karya indah untuk agama dan orang sisekitar kita.
Penutup tulisan
ini saya ingin persembahkan beberapa
kalimat yang penuh dengan ibrah untuk kita semua.
Karena ada konsep yang
dinamakan barakah, kita tidak diperkenankan mengukur badan orang dengan baju
kita sendiri. Pada pemandangan yang tak tertembus oleh penilaian subjektif kita
itu, dari pada berkomentar yang sifatnya “iri tanda tak mampu”, akan jauh lebih
baik kita memuji Allah atas kebesarannya.
Memang
ada waktu untuk mengingat kekurangan, tapi kelak ada waktu untuk terpesona pada
kelebihan. Ada waktu untuk menguji, kelak ada waktu untuk memuji. Ada waktu
untuk memahami, dan kelak ada waktu untuk mengagumi.
Kita semua berharap pada Allah
agar dikarunia hati seorang mu’min. Hati yang yang bukan hanya berujud telaga,
tapi berupa tujuh samudra yang tawar rasanya.
Dulu aku
pernah menganggap bahwa membenci sebuah perbuatan tanpa membenci orangnya
adalah omong kosong dan mustahil. Tetapi sekarang aku merasa bahwa aku sudah
bertahun-tahun melakukannya pada seseorang : diriku sendiri!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar